Syaikh Abdussalam Masyisy

 



Makam Sayyid Abdussalam Masyisy di Maroko

Maula Abdus Salam Masyisy Al Alami adalah seorang sufi yang hidup pada masa pemerintahan dinasti Muwahiddin. Ia lahir di Kampung Jbel La'lam wilayah Arouss Maroko dekat Tanger pada tahun 1140-1227 Masehi atau setara dengan 559-626 Hijriyah.

Beliau dikenal sebagai sosok yang memiliki kedudukan sangat terhormat di Maroko. Jika Imam Syafi’i sangat tersohor kemuliaannya di Mesir, maka Sayyid Abdussalam bin Masyisy begitu terkenal di Maroko.

Ia merupakan sosok wali qutub yang memiliki banyak karamah, di antaranya adalah kejadian luar biasa saat ia lahir. Dikisahkan, saat ia lahir, Syekh Abdul Qadil al-Jilani mendengar suara tanpa rupa, “Wahai Abdul Qadir, pergilah ke wilayah Magrib (Maroko). Seorang wali Qutub dari Maghrib telah lahir hari ini.” Syekh Abdul Qadir pun berangkat menuju gunug Al-A’lam, tempat Sayyid Abdussalam dilahirkan.   Begitu sampai, Syekh Abdul Qadir bertemu dengan ayahnya, Sayyid Masyisy. Lalu minta ditunjukkan anak yang wali qutub itu. Kamudian Syekh Abdul Qadir mengusap dan mendoakannya. Termasuk karamahnya adalah ia berpuasa sejak masih bayi. Ketika masuk bulan Ramadhan, ia tidak mau menyusu kepada ibunya. Ketika terdengar adzan maghrib, ia akan mendekatinya dan tubuhnya gemetar.

a wafat delam keadaan syahid dibunuh oleh pemberontak bernama Ibnu Abi Thawajin. Dimakamkan di tempat dulu ia lahir, gunung Al-A’lam. Konon, orang yang berdoa di lokasi makamnya, pasti dikabulkan oleh Allah. Bahkan, ia pernah menjamin, “Siapa saja yang berziarah ke makamku, maka Allah haramkan jasadnya masuk neraka” (Abul Hasan ‘Ali al-Maghribi, Tabaqât asy-Syâdziliyyah al-Kubrâ, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005], h. 59-60).

Nasab lengkap Ibnu Masyisyi

Abu Muhammad Sayyid Abdussalam bin Masyisyy bin Abu Bakr bin Ali bin Hurmah bin Isa bin Salam bin Mizwar bin Ali bin Muhammad bin Maulana Idris al-Shagir (yang dimakamkan di Fes) bin Maulana Idris al-Kabir (perintis Negara Maroko yang dimakamkan di Zarhun Meknes) bin Maulana Abdullah al-Kamil bin Maulana Hasan Mutsanna bin Maulana Hasan Sabti bin Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Saw.

Penulisan Seri Wali Quthub Dunia ini bertujuan memperkenalkan generasi muda pada figur Wali Quthub yang diakui secara ilmiah dan konsensus dari zaman ke zaman. Sehingga tak mudah terbuai pada kisah-kisah hiperbolis yang sering meng-Quthub-quthubkan tokoh tertentu, hanya karena kebanggaan pribadi.

Pada  abad kedua belas sampai abad ketiga belas, ia berhijrah ke Jbel La'lam , sebelah selatan kota Tangier Ibu kota perekonomian Maroko saat ini, di mana ia di makamkan disana sampai sekarang. Masyisy adalah bahasa berber yang  berarti 'kucing kecil',panggilan ini diberikan oleh ayahnya waktu Ia masih kecil. Ia termasuk seorang Syarif keturunan dari Maula Idris pendiri kerajaan Idrisiyah  di Fes yang bersambung nasabnya ke Sayyidina Hasan. Saat masih kecil ,Ia pernah nyantri kepada Guru guru Quran di Kampungnya ,belau telah hafal Alquran pada usia 12 tahun dengan qira’ah sab’ahnya.Lalu belajar fiqih mazhab Maliki di Taza, kapada Sidi Salem dari kabilah Bani Yusuf dan Sidi Ahmed al-Hajj Aqatran Asalani dari kabilah  Bani Abraj. Dan kemudian  berguru thoriqot kepada Abu Madyan(Sidi Abu Madyan Shuayb al-Ghawt (w 594/1179), selah seorang guru besar Tarekat Sufi di  Maroko.  Setelah Nyantri kebeberapa guru ,ia pindah ke Sebta untuk bergabung kebarisan mujahidin untuk berperang ,sembari mengajar Alquran anak anak kecil  di masjid masjid. Sampai pada Akhirnya, ia mengabdikan dua puluh tahun terakhir dari hidupnya untuk ibadah dan bertafakur dipuncak  Jabal al-Alam (Bukit Bendera),dan disinlah Syeh Abul Hassan Shadhili (w. 656/1241) mengaji kepadanya. Syekh Abu Hasan Syadhili  adalah murid semata wayang dari Syeh Ibnu Masyisy. Ia memiliki karya berbentuk tulisan yang berupa buku kumpulan refleksi tentang kehidupan beragama dan politik pada masanya ,serta pidato terkenal Nabi Muhammad (Kitab tasilya) yang ditulis ulang dan dikomentari oleh Syeh Ahmad ibn Ajiba (1747-1809),seorang ulama besar Maroko Abad 18. Selain itu, Ia adalah penulis dari sholawat indah dan keramat  yang sangat terkenal, yaitu Sholawat Masyisyiyah yang sering diwiridkan dipesantren pesantren Nusantara. Di Maroko ,sholawat ini masih lestari dan sering dibacakan secara berjama’ah di masjid masjid, zawiyah sufiyah sampai seringkali  terdengar di radio radio kerajaan. Dan ini adalah upaya baik Kerajaan Maroko dalam melestarikan karya ulama’ agar tidak tergerus masa ,sekaligus upaya pengingat masyarakat untuk selalu bersholawat ,dan salam kepada Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wasallam.

Syekh Ibnu Masyisy adalah Wali Quthub yang memilih menghindar dari hingar bingar keduniawian. Beliau menjauh dari segala kepopuleran dan hidup di puncak Jabal Alam, sebuah gunung di Maroko.

Ibnu Masyisy memang tak mendirikan Thoriqoh, tapi ajaran-ajarannya terekam dan mempengaruhi Thoriqoh Syadziliah. Ibnu Masyisy adalah guru utama sekaligus sosok yang mempengaruhi Sayyid Hasan asy-Syadzili (pendiri Tarekat Syadziliah).

Sayyid Hasan asy-Syadzili punya jasa besar dalam merekam dan mengawetkan jejak dan ajaran-ajaran Syekh Ibnu Masyisyi. Rekam jejak itu kelak dikisahkan pada muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursyi, yang kemudian ditulis oleh Ibnu Athaillah Sakandari.

Dalam kitab al-Muthrib bi Masyaahiri Ahli Magrib karangan Syeikh Abdullah Ibn Abdul Qadir at-Talidiy, menyebut kedudukan dan kemasyhuran Syekh Abdisalam al-Masyisyi di Maroko menyamai kedudukan Imam Syafi’i di Mesir. Ia juga dikenal sebagai guru para Wali Quthub.

Terlepas dari kemasyhuran dan keluasan “wilayah” yang melekat pada Syekh Ibnu Masyisy, satu hal yang harus dipahami, beliau adalah sosok ulama alim nan intelektual; mengalami proses tarbiyah (pembelajaran), memiliki peninggalan ilmiah, dan memiliki banyak santri-santri ilahiyah.

Guru-guru Syekh Ibnu Masyisy

Syekh Abdissalam Masyisyi sosok pembelajar sejak kecil. Ia hafal Quran beserta tujuh bacaan (Qira’ah Sab’ah) sebelum usia 12 tahun. Ia menghafal Quran pada Sayyid Salim. Dalam ilmu pengetahuan, ia belajar pada Syekh Ahmad Aqtharaan.

Dalam ilmu tasawuf, ia berguru pada Syekh Abdurrahman bin Hasan al-‘Aththar yang dikenal dengan Al-Ziyaat. Tidak hanya itu, Syekh Ibnu Masyisy juga berguru pada Wali Besar Abu Madyan Al Ghauts (Abu Madyan Al Maghrobi).

Sebagaimana penduduk kampung yang lain, Syaikh Ibnu Masyisy bekerja di lahan pertanian, dan tak menggantungkan hidup pada orang lain. Selama hidupnya beliau memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu, sangat istiqamah dalam menjalankan ibadah, baik salat maupun bacaan aurad (dzikir dan doa), dan tidak pernah menyimpang dari jalan syariat sehelai rambutpun hingga mengantarkannya mencapai derajat

Warisan Syekh Ibnu Masyisyi

Meski tak banyak meninggalkan karangan, warisan berharga beliau adalah teks “Shalawat Masyisyiah”, shalawat keramat yang jika berbaur atau diucap oleh ruh, akan membuat pemilik ruh terasa melayang di udara dari keluhuran dan keindahan alam malakut. Shalawat Masyisiyah memiliki banyak sirr (rahasia) serta mampu memberi pancaran cahaya bagi para pengamalnya.

Murid-murid Syekh Ibnu Masyisyi

Syekh Ibnu Masyisyi dikenal memiliki banyak murid. Di antara murid-murid Ibnu Masyisyi yang kelak dikenal sebagai Wali Quthub adalah; Sayyid Ahmad al-Badawi (pendiri tarekat Badawiyah), Sayyid Abul Hasan as-Syadziliy (pendiri tarekat Syadziliyah), dan Sayyid Ibrahim ad-Dasuqi (pendiri Tarekat Dasuqiyah atau Burhamiyah).

Salah satu warisan ilmu dari Sayyid Abdussalam Masyisy yaitu shalawat Masyisyiyah


Bacaan Latinnya
Allâhumma shalli ‘alâ man minhun syaqqatil asrâr, wan falaqatil anwâr, wa fîhir taqatil haqâ’iq. Wa tanazzalat ‘ulûmu âdama alaihis salâm fa a’jazal khalâ’iq. Wa lahû tadhâ alatil fuhûmu falam yudrikhu minnâ saabiquw wa lâ lâhiq. Fariyâdhul malakûti bizahri jamâlihî mûniqatun wa ḫiyâdhul jabarûti bifaidhi anwârihî mutadaffiqatun wa lâ syi’a illa wa huwa bihî manûthun. Idz laulal wâsithatu ladzahaba kamâ qîlal mausûthu. Shalâtan talîqu bika minka ilaihi kamâ huwa ahluh. 

Allâhumma innahû sirrukal jâmi’ud dâllu ‘alaika. Wa ḫijâbukal a’dzamul qâ’imu laka baina yadaika. Allâhumma alḫiqnî binasabihi wa haqqiqnî bi hasabihi. Wa ‘arrifnî iyyâhu ma’rifatan aslamu bihâ min mawâridil jahli. Wa akra’u bihâ min mawâridil fadhli. Waḫmilnî ‘alâ sabîlihi ilâ ḫadhratika. Ḫamlan maḫfûdzan binushratika. Waqdzif bî ‘alal bhâthili fa admaghuhû wa zujja bî fî biḫâril aḫadiyyati. Wangsyulnî min awhḫâlit tawḫîdi. Wa aghriqnî fî ‘aini baḫril waḫati ḫattâ lâ arâ wa lâ asma’a wa lâ ajida wa lâ uḫissa illâ bihâ.

Waj’alillâhummal hijâba al-a’dzama ḫayâta rûhî wa ruḫihi sirra haqîqatî wa haqîqatihi jâmi’a ‘awâlimi bitaḫqîqil haqqil awwal yâ awwalu yâ âkhiru yâ dzâhiru yâ bâthinu isma’ nidâ’î bimâ sami’ta nidâ’a ‘abdika sayyidinâ Zakariyyâ wangshurnî bika laka, wa ayyidnî bika laka, wajma’ baynî wa bainaka wa ḫul baini wabaina ghairika. Allâh Allâh Allâh Innalladzî faradha ‘alaikal qur’âna larâdduka ilâ ma’âd. Rabbanâ âtinâ min ladunka rahmah, wa hayyi’ lanâ min amrinâ rasyadâ. Innallâha wa malâikatahû yushallûna ‘alannabiy, yâ ayyuhalladzîna âmanû shallû ‘alaihi wa sallimû taslîmâ.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada orang yang darinya rahasia-rahasia memancar. Darinya cahaya-cahaya semburat. Di dalamnya hakikat-hakikat naik dan pengetahuan Adam mewujud. Sehingga makhluk-makhluk yang lain terpesona. Terhadapnya pikiran terasa kerdil; tidak ada yang sanggup menggapainya dari orang-orang terdahulu hingga orang-orang kemudian. Maka taman-taman malaikat bernyanyi ria dengan keindahannya. Tidak satupun makhluk yang tidak tergantung kepadanya. Karena kalau tidak ada perantara, niscaya mausuth akan lenyap. Bershalawatlah dengan shalawat yang patut bagi-Mu, dari-Mu kepadanya, sebagaimana ia memang berhak mendapatkannya.

Ya Allah, sesungguhnya dia adalah rahasia-Mu yang universal, yang menunjukkan keberadaan-Mu dan hijab terbesarMu yang berdiri di hadapanMu. Ya Allah, masukkan aku ke dalam kelompoknya. Tariklah aku ke dalam dekapannya. Perkenalkan aku kepadanya. Sehingga aku bisa selamat dari sumber-sumber kebodohan dan bisa mereguk dari mata air keutamaan. Bimbinglah aku di atas jalannya untuk menuju kepada-Mu dengan bimbingan yang dipayungi pertolongan. Kuatkanlah aku untuk menyikut kebathilan sehingga aku bisa mengalahkannya. Luruhkan aku dalam lautan ahadiyyah. Renggutlah keakuanku ke dalam samudera tauhid dan tenggelamkanlah aku ke dalam inti api keesaan, sehingga aku tidak melihat, mendengar, mendapatkan dan merasa kecuali dengannya.

Jadikanlah hijab terbesar pada kehidupan ruhku dan ruhnya, pada rahasia substansiku dan substansinya untuk sublimasi duniaku dengan keyakinan akan kebenaran yang Haq al-Awwal. Wahai Dzat Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Wahai Dzat Yang Dzahir dan Yang Bathin, dengarlah seruanku, sebagaimana Engkau mendengar seruan hambaMu Zakariya. Tolonglah aku dengan-Mu dan untukMu. Satukanlah diriku dengan-Mu dan pisahkanlah yang menghalangiku denganMu; Allah, Allah, Allah. Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-ukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

(Syekh Yusuf bin Isma'il an-Nabhani, Afdhalusshalât ‘Alâ Sayyidis Sâdât, [Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyyah, 2016], halaman 62-63).


Sumber: https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/sholawat-masyisyiyyah-bacaan-keutamaan-dan-cara-mengamalkannya-gcquU


___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)


Comments

Popular posts from this blog

laporan

Dawuh Masyaikh

referensi Submit jurnal