UAS
Pengaruh
Terapi Sufistik pada penderita Psikosis di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang
Tugas Ulangan Tengah Semester
Magang Penelitian Tassawuf
Dosen Pengampu: Ibu Ernawati,M.Stat
Bapak Komari,M.Si
Disusun
oleh:
Mohamad
Amarudin (2004046034)
PROGRAM
STUDI TASSAWUF DAN PSIKOTERAPI
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrahim
Alhamdulllahirobbil ‘Alamin, puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan rahmat, karunia, taufik, inayah serta hidayah-Nya
sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas ulangan Tengah Semester
yang berjudul “Pengaruh Terapi Sufistik
pada penderita Psikosis di RSJD Dr.Amino
Gondohutomo Semarang” dalam mata kuliah Magang Penelitian Tassawuf serta
ucapan terima kasih kepada Ibu Ernawati M.Stat dan Bapak Komari,M.Si selaku
dosen pembimbing.
Dari
kami selaku penyusun berharap dengan tugas ini dapat berguna serta bermanfaat
dalam menambah wawasan dan pengetahuan kita guna menjadikan ilmu yang dapat
membuat kita semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga
merasa bahwa ilmu yang diketahui serta dipahami hanyalah setetes air disamudra
yang berarti hanyalah sedikit dari ilmu kita dari Yang Maha Mengetahui yaitu
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dari kami mengharapkan kritik dan saran agar
nantinya dalam penyusunan tugas selanjutnya lebih baik lagi dari sebelumnya
mengingat bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Semoga tugas sederhana
dari kami bisa dipahami oleh semua kalangan yang membacanya terutama bagi
penulis sendiri. Sebelumnya mohon maaf jikalau dalam penyusunan tugas ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Kami dari penulis meminta maaf untuk
hal tersebut serta mengucapkan terimakasih telah bersedia membaca karya kami.
Semarang, 2 April 2023
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan mental adalah
salah satu studi mendalam Psikologi dikenal sejak abad ke-19, seperti di Jerman
1875 M. Kesehatan mental sebagai penelitian Psikologi dalam bentuknya yang
paling sederhana. di tengah-tengah Penelitian kesehatan mental telah berjalan
jauh di abad ke-20 tumbuh dan berkembang pesat sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern (Ramayulis 2002).
Menurut
World Health Organization (WHO) atau organisasi sehat atau kesehatan memiliki
arti berupa keadaan sempurna, baik fisik, mental, ataupun sosial yang bukan
hanya terbebas dari penyakit, kelemahan, atau cacat. Sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 yang berisi tentang Kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dengan demikian, kesehatan mental adalah
kesehatan yang dimiliki oleh seseorang yang dimiliki pada keadaan yang dialami
seseorang. Jika peristiwa itu menyenangkan maka kesehatan mental akan terjaga
dengan baik, tetapi jika peristiwa itu tidak menyenangkan bahkan sampai
memunculkan trauma maka kesehatan mental akan terganggu. Kesehatan Mental
mengacu pada bagaimana untuk berpikir, merasakan dan hidup setiap hari
Kehidupan dan bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri diri sendiri dan
orang lain serta sebagai seseorang Evaluasi solusi alternatif yang berbeda dan
bagaimana untuk membuat keputusan tentang situasi masing-masing (Josef 2011).
Psikosis merupakan
masalah kesehatan mental yang mempengaruhi sebagian besar individu, setidaknya
2 atau 3 % individu akan mengalami episode psikotik pada beberapa tahap dalam kehidupannya
(EPPIC, 2011; Compton & Broussard, 2009; Martens & Baker, 2009). Di DKI
Jakarta sendiri, 7% dari populasi kota tersebut atau sekitar 700 ribu jiwa
mengidap gangguan jiwa jenis Skizofrenia,Depresi dan lainnya sehingga menjadi
catatan penting isu kesehatan mental yang harus segera penanganan khusus.
Dalam
DSM 5, psikosis diidentifikasi sebagai penyakit yang terjadi pada spektrum
schizoid dan skizofrenia, yang menentukan tingkat keparahan gangguan yang
diderita. Juga psikosis menjadi salah satu dari banyak dimensi gangguan neuropsikiatri,
termasuk perilaku gangguan psikomotorik, kognitif dan emosional yang abnormal.
Halusinasi dan delusi adalah efek yang berasal dari sistem saraf, yang menerima
dan memproses informasi yang dikirim ke penderita Gangguan ini mengalami
kehilangan realitas (Arciniegas, 2015). Dalam Psikoterapi dikenal
beberapa terapi yang digunakan seperti Cognitif Analitic Therapy, Adapting cognitive behavioural therapy dan
sebagainya.
Dalam
bidang Tassawuf dikenal juga terapi Sufistik yang digunakan dalam mengatasi
perilaku yang tidak normal dari seseorang sebagai psikoterapi islam yang mulai
dipakai selain dari psikoterapi dalam ilmu psikologi. Psikologi islam merupakan
paradigma yang dapat digunakan dalam psikoterapi yang membutuhkan keuniversalan
melalui aplikasinya dan islam adalah agama yang universal sehingga nilai-nilai
yang islami dapat diterapkan secara universal juga seperti halnya terapi
Sufistik. Terapi sufistik ini meliputi Taubat,Shalat,Dzikir dan berdoa yang
identik sekali dengan ajaran Islam yang telah digunakan para Sufi untuk
penanganan permasalah seseorang sehingga diperoleh kesimpulan yaitu pengaruh Efektivitas
Terapi Sufistik pada Penderita Psikosis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka penulis menuliskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa itu Psikosis?
2.Bagaiman Efektivitas Terapi
Sufistik dalam proses penyembuhan Penderita Psikosis?
1.3. Tujuan Masalah
Sebagaimana dibahas pada rumusan masalah disimpulkan
tujuan masalah sebagai berikut:
1.Mengetahui apa itu psikosis
2.Mengetahui
efektivitas Terapi sufistik menyembuhkan Penderita Psikosis
BAB
II
Landasan Teori
A.Kesehatan Mental
Menurut World Health Organization
(WHO) atau organisasi sehat atau kesehatan memiliki arti berupa keadaan
sempurna, baik fisik, mental, ataupun sosial yang bukan hanya terbebas dari
penyakit, kelemahan, atau cacat. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 yang berisi tentang Kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Dengan demikian, kesehatan mental adalah
kesehatan yang dimiliki oleh seseorang yang dibentuk atau dibuat oleh keadaan
atau peristiwa di masa lalu. Jika peristiwa itu menyenangkan maka kesehatan
mental akan terjaga dengan baik, tetapi jika peristiwa itu tidak menyenangkan
bahkan sampai memunculkan trauma maka kesehatan mental akan terganggu.
Kesehatan Mental mengacu pada beberapa
hal. Pertama, bagaimana untuk berpikir, merasakan dan hidup setiap hari
Kehidupan; Kedua, bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri diri sendiri dan
orang lain; dan ketiga, sebagai seseorang Evaluasi solusi alternatif yang
berbeda dan bagaimana untuk membuat keputusan tentang situasi masing-masing (Josef 2011).
B.Pengertian Psikosis
Psikosis adalah gangguan mental yang
menyebabkan seseorang tidak dapat menilai realitas menggunakan imajinasinya.
Akibatnya, versi realitas baru muncul untuk orang psikotik. Arti sebenarnya
dari psikosis masih sempit dan sepihak, yaitu delusi dan halusinasi, dan ada
juga gejala lain, seperti kebingungan bicara dan perilaku serta gangguan
nilai-nilai nyata yang parah. Oleh karena itu, psikosis juga dapat diartikan
sebagai suatu sindrom dengan gangguan pada fungsi mental, respons emosional,
nilai realitas, komunikasi, dan hubungan antara individu dan lingkungan.
Dalam DSM 5, psikosis diidentifikasi
sebagai penyakit yang terjadi pada spektrum schizoid dan skizofrenia, yang
menentukan tingkat keparahan gangguan yang diderita. Juga psikosis menjadi
salah satu dari banyak dimensi gangguan neuropsikiatri, termasuk perilaku
gangguan psikomotorik, kognitif dan emosional yang abnormal. Halusinasi dan
delusi adalah fek yang berasal dari sistem saraf, yang menerima dan memproses
informasi yang dikirim ke penderita Gangguan ini mengalami kehilangan realitas
(Arciniegas, 2015).
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa
yang ditandai dengan adanya halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku
kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Waham
atau delusi adalah kepercayaan yang salah, berdasarkan simpulan yang salah
tentang kenyataan eksternal, yang dipegang teguh meskipun apa yang diyakini
semua orang merupakan bukti-bukti yang jelas dan tak terbantahkan[1].
Penyebab
Psikosis sebenarnya adalah salah satu gejala penyakit mental. Namun, belum
diketahui secara pasti bagaimana psikosis muncul pada penyakit mental.Berikut
ini adalah jenis penyakit mental yang dapat memiliki gejala psikosis:
Skizofrenia, Depresi berat, Gangguan bipolar dan Gangguan delusi.
Episode psikotik yang dialami seseorang
sering kali dipengaruhi oleh jenis penyakit mental yang dialami. Misalnya,
penderita gangguan bipolar lebih cenderung memiliki delusi kebesaran, sedangkan
penderita depresi atau skizofrenia lebih mungkin memiliki delusi penganiayaan.
Faktor Risiko Psikosis belum diketahui
penyebab pastinya, berikut ini adalah beberapa faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami psikosis:
1. Memiliki
anggota keluarga dengan riwayat psikosis atau gangguan jiwa lainnya
2. Mengalami
peristiwa traumatis, seperti kematian orang terdekat atau pelecehan seksual
3. Memiliki
riwayat penyalahgunaan NAPZA atau kecanduan alkohol
4. Memiliki
riwayat penyakit mental dan fisik atau cedera yang membutuhkan pengobatan
jangka panjang
Gejala Psikosis ialah kemunculan delusi
dan halusinasi, yang berkembang seiring berjalannya waktu. Meski terkadang
dapat mereda, gejala ini tidak sembuh sepenuhnya. Delusi atau waham adalah
keyakinan yang kuat terhadap sesuatu yang tidak nyata. Ada berbagai macam tipe
waham yang bisa terjadi pada psikosis, antara lain:
·
Waham erotomania, yaitu keyakinan bahwa
seseorang (biasanya orang yang penting atau terkenal) mencintai dirinya
·
Waham kebesaran, yaitu keyakinan bahwa
dirinya adalah seseorang yang cerdas, berkuasa, atau berkedudukan tinggi
·
Waham cemburu, yaitu keyakinan bahwa
pasangannya tidak setia, tanpa ada bukti yang jelas
·
Waham penganiayaan, yaitu keyakinan bahwa
dirinya atau orang di sekitarnya diperlakukan tidak adil, dimata-matai, atau
hendak dicelakai
·
Waham somatik, yaitu keyakinan bahwa
dirinya menderita suatu penyakit atau kelainan bentuk fisik
Sementara itu, halusinasi adalah gangguan
persepsi yang menyebabkan seseorang melihat, mendengar, merasakan, atau mencium
sesuatu yang sebenarnya tidak ada dan tidak dialami orang lain.
Psikosis dapat terjadi setiap saat dalam
kehidupan, tetapi onset atau permulaan terjadinya psikosis, yang sering disebut
sebagai psikosis episode pertama biasanya terjadi rata-rata pada masa remaja
akhir atau dewasa awal (Compton & Broussard, 2009; Shiers & Smith,
2010; Grano, Lindsberg, Karjalainen, Nroos, & Blomber, 2010; Law, dkk.,
2005; Sharifi, Kermani-ranjbar, Amini, Alaghband-rad, Salesian, & Seddigh,
2009). Psikosis akan mengganggu perkembangan remaja dan dewasa awal pada tahap
perkembangan yang penting sehingga harus ditangani secara tepat agar tidak
berpengaruh dimasa mendatang dari seseorang. Masalah psikososial memengaruhi
seseorang menderita psikosis sebab menjadi beban, menimbulkan kebingungan,
ketakutan dan penderitaan akibat pengalaman stigma, rasa malu, isolasi,
kehilangan penguasaan dan kontrol, penurunan harga diri, pendidikan atau
pekerjaan menjadi terganggu, dan seringkali menimbulkan penurunan kemampuan
seseorang untuk terlibat secara penuh dalam keputusan pengobatannya.
ada dua isu penting yang berhubungan
dengan psikosis episode pertama adalah waktu intervensi dan kualitas intevensi.
Waktu intervensi disebut juga sebagai duration of untreated psychosis (DUP)
atau terjadinya penundaan dalam mendapatkan pengobatan yang efektif pada
psikosis, sedangkan kualitas intervensi berhubungan dengan penyediaan layanan
kesehatan yang berkelanjutan secara komprehensif pada fase pengobatan. Secara
umum, DUP didefinisikan sebagai rentang waktu antara timbulnya gejala psikotik
(seperti mendengar suara-suara, perasaan curiga atau paranoid) sampai dengan
dimulainya pengobatan antipsikotik pada psikosis episode pertama (Chen, dkk.,
2005; Grano, dkk., 2010; Sharifi, dkk., 2009). sedangkan semakin lama atau
terlambat mendapatkan bantuan pengobatan, akan memperpanjang penderitaan orang
dengan psikosis tersebut (Tranulis, Park, Delano, & Good, 2009). serta
Berhubungan dengan pencarian pengobatan, peran keluarga sangatlah penting,
karena sebanyak 60-70%, individu yang mengalami psikosis.
Menurut Josep, penggolongan gangguan jiwa
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: Neurosis, ialah kondisi psikis dalam ketakutan
dan kecemasan yang kronis dimana tidak ada rangsangan yang spesifik, dan
sedangkan Psikosis (psikotik), ialah gangguan penilaian yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realitas dengan fantasi dirinya[2].
Hal-hal yang biasa terjadi di masyarakat penyebab
gangguan psikotik adalah faktor ekonomi, factor-faktor sosial, budaya, bahkan
faktor genetik. Mereka yang menderita kelainan Psikotik biasanya ditandai
dengan kecacatan Seseorang, misalnya, menilai realitas dari apa yang terjadi Memiliki
halusinasi, delusi, atau perilaku aneh, dan tidak tentu saja, sehingga mereka melihat
kenyataan secara berbeda normal Ada juga banyak orang dengan masalah kesehatan
mental psikotik ditemukan dalam masyarakat tanpa memandang jenis kelamin dan
tanpa mengenal usia[3]. Gangguan
jiwa psikotik memiliki beberapa jenis, diantara lain: psikosis organik,
gangguan skizotipal, gangguan waham menetap, psikosis akut dan sementara,
gangguan waham induksi, skizoafektif, dan skizofrenia[4].
C.Terapi Sufistik
Kata terapi dalam bahasa Inggris yaitu
therapy yang menunujuk pada suatu prosespenyembuhan[5].
Dalam bahasa Indonesia istilah terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan
orang yang sedang sakit[6].
Dalam bahasa Indonesia istilah sufistik yaitu berkaitan dengan ilmu tasawuf[7].
Tasawuf bermaksud ajaran (cara dan sebagainya) untuk mengenal dan mendekatkan diri
kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya. Terapi
sufistik adalah pengobatan dan penyembuhan terhadap fisik, mental, atau
kejiwaan, rohani atau spiritual dengan kerangka pemikiran tawasuf[8].
Menurut penulis terapi sufistik adalah pengobatan dan penyembuhan berdasarkan
kerangka pemikiran tasawuf atau sufi.
Terapi sufistik (ath-thibb ash-shufi)
bukan sekedar teori, tetapi juga bersifat praktis. Para sufi telah membuat
rumusan tata cara menerapi penyakit jiwa bagi pasien mereka, yaitu dengan cara
menjelaskan kepada pasien tersebut dengan menuju kesempurnaan jiwa dengan membangkitkan
ruh keimanan dalam jiwa lemah, mengajak mereka untuk membersihkan niat,
memperkuat tekad, menyerahkan segala urusan kepada Allah dan taqwa kepada-Nya.
Dan dianjurkan mereka untuk memenuhi jiwa dengan kejujuran, hati dengan
ikhlasan, dan perut dengan barang-barang yang halal. Kemudian mengajak mereka
menerapi jiwa-jiwa yang resah melalui zikir yang benar, yang dapat
menenteramkan jiwa yang lemah dan depresi[9].
Orang
yang sedang mengalami gangguan jiwa, apalagi sampai mengalami gangguan psikosis
sudah sewajarnya untuk kembali kepada ajaran Islam. Terapi sufistik dengan
menggunakan dasar pijakan dari nilai-nilai dan ajaran agama Islam, tidak hanya
ditujukan untuk mengobati penyakit kejiwaan dalam kriteria mental
psikologis-sosial, tetapi juga memberikan terapi kepada orang-orang yang “sakit”
secara moral dan spiritual. Dengan demikian terapi sufistik dengan cakupan yang
lebih luas dapat mengantisipasi dan mengobati masalah gangguan jiwa manusia,
naik dalam segi kejiwaan itu sendiri maupun segi moral-spiritual[10].
Bagi kaum sufi, penyembuhan tawasuf telah
dilakukan sejak mereka memasuki tahap al-Bidayah (permulaan), yaitu memasuki
beberapa tahap kesufian, yakni takhalli (pengosongan jiwa dari segala sesuatu
yang mulia), tajalli (menemukan apa yang dicari dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari). Kemudian mujahadah dan riyadhah, melalui maqamat[11]
dan ahwal.
Lalu sampailah pada nihayah (akhir
pencarian). Para sufi menamai nihayah ini sebagai maqam terakhir, yaitu wushul
(pencapaian), ihsan (perbuatan yang baik), atau fana’ (ketidak kekalan). Orang
yang telah sampai pada manzilah ini dinamakan ahl al-Irfan. Namun bagi orang
awam, banyak jalan yang bisa ditempuh untuk melakukan terapi sufistik.
Jalan-jalan tersebut antara lain sama dengan apa yang dilakukan oleh kaum sufi,
yakni dengan melalui cara berzikir, shalat, membaca sholawat, dan mendengarkan
musik[12].
Cara ini terbukti sangat ampuh dalam mengatasi berbagai penyakit. Tentu saja,
dengan metode atau kaifiyah tertentu atau dengan bimbingan oleh seorang guru.
Terapi sufistik yang diterapkan dalam
penyembuhan orang gila memberikan dampak positif. Dimana mengalami perubahan
psikis dari keadaan yang abnormal menjadi normal[13].
Bab
III
Metodelogi
Penelitian
A.
Metode
Penelitian
Metode penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu[14].
Penelitian ini tergolong dalam penelitian
lapangan (field research)[15].
Yang
artinya suatu penyelidikan yang dilakukan di lapangan atau lokasi penelitian,
yaitu suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidik gejala objektif
yang terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan juga untuk laporan ilmiah[16].
Kajian ini juga dilakkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif secara
rinci tentang gejala atau fenomena dengan menggunakan metode analisis
deskriptif yang menggambarkan dan menjelaskan semua masalah yang ada serta menganalisis,
mengkategorikan dan mencoba untuk menemukan Penyelesaian dari data yang
dikumpulkan. Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analisis, karena hasil data yang di peroleh dari lapangan
terkait objek penelitian akan dideskripsikan dan di analisis sesuai dengan
kenyataan fakta dan fenomena yang terjadi.
B. Subjek
dan Objek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah : (1) gejala gangguan jiwa psikosis di Rumah Sakit Jiwa
Gondhohutomo Amino Semarang, (2) tingkat keparahan pasien gangguan jiwa
psikosis yang dapat ditangani Terapi sufistik dan (3) efektivitas terapi
sufistik dalam penanganan terhadap pasien gangguan jiwa psikosis.Berdasarkan
objek tersebut maka subjek dari penelitian ini adalah pengaruh Terapi Sufistik
pada pasien Psikosis dirumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gundhohutomo Semarang.
C. Teknik
Pemilihan subjek penelitian
Dalam
pemilihan sumber data penelitian ini penulis menggunakan teknik purposive
sampling yakni pengambilan sumber yang dilakukan berdasarkan tujuan[17].
Adapun yang menjadi kreteria dalam penelitian ini adalah terapis yang bertugas dalam
menangani pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.
D. Teknik
Pengambilan data
Sesuai
dengan penelitian ini, maka teknik pengambilan data dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu : (1) wawancara, (2) observasi dan (3)studi dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu
bentuk komunikasi verbal yaitu semacam percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi. Wawancara merupakan percakapan langsung dan tatap muka (face to
face) dengan maksud tertentu, dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara (interviewee)
yang memberi jawaban atas pertanyaan itu[18].
Dalam penelitian ini, wawancara akan
dilakukan secara terstruktur yakni peneliti telah menyiapkan instrument
peneliti berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif. Dengan
wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan
pengumpul data mencatatnya. Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh
data dari responden yang terdiri psikolog, direktur, dan kepala ruangan Rumah
Sakit Jiwa Aceh.
2. Observasi
Observasi
dilakukan untuk mengumpulkan data-data melalui pengamatan berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan yang berupa data dari proses wawancara
atau studi kasus dengan mengamati baik dari lingkungan ataupun pengamatan
secara sembunyi-sembunyi untuk keperluan penelitian. Dalam hal ini, peneliti
mengamati lingkungan sosial seorang individu agar memahami Pengaruh Terapi
Sufistik dalam penyembuhan pasien Psikosis.
3. Studi
dokumentasi
Studi
dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan
menganalisi dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik.
Studi dokumentasi tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan
dalam bentuk kutipan tentang sejumlah dokumen, namun yang dilaporkan adalah
hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
E. Teknik
Analisis data
Supaya
data yang dikumpulkan dari lapangan mempunyai arti dan bermakna, maka
dianalisis dengan Triangulasi.
Tringaulasi data mengacu pada pengunaan proses uji validasi dari
data kualitatif (Wawancara, Obervasi, Focus Group Discussion). Triangulasi mengacu pada penggunaan beberapa
metode atau sumber data dalam penelitian kualitatif untuk mengembangkan
pemahaman fenomena yang komprehensif (Patton, 1999). Triangulasi juga dipandang
sebagai strategi penelitian kualitatif untuk menguji validitas melalui
konvergensi informasi dari berbagai sumber. Denzin (1978) dan Patton (1999) mengidentifikasi
empat jenis triangulasi: (a) triangulasi metode, (b) triangulasi antar
peneliti, (c) triangulasi teori, dan (d) triangulasi sumber data.
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang
dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan
dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti
dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika
didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut
pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang
handal. Karena itu, triangulasi ialah
usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari
berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias
yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Dalam berbagai karyanya,
Norman K. Denkin mendefinisikan
triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk
mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang
berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti
kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal,
yaitu: (1)Triangulasi metode, (2)Triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan
dengan kelompok), (3) Triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.
Daftar Pustaka
Janssen Pharmaceutica. Early
Psyhosis Training Pack, Early Psychosis Prevention
And Intervention Centre, 1997.
Kartini Kartono. Patologi
Sosial 3 Gangguan-Gangguan Kejiwaan, Jakarta, Penerbit
Rajawali Press, 1986.
Nasution, M.A. Metode
Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta, Penerbit Bumi Aksara,
2008.
Sugiyono. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Bandung, Penerbit
Alfabeta, 2012.
Zakiah Daradjat. Kesehatan
Mental, Jakarta, Penerbit IAIN Syarif Hidayatukkah,
1984.
https://uin-malang.ac.id/
Ayub Sani Ibrahim, Skizofrenia
Spilitting Personality, Ciputat: Jelajah
Nusa, 2011.
Carla R. Marchira, Gangguan
psikotik fase awal, Jakarta: Universitas
Trisakti, 2019.
Borang,
Haidar. 2005. Spiritual Islamiyah.
Jakarta: Yayasan Cipta Persada.
Gerald
C.Davison, dkk. 2004. Psikologi Abnormal,
terj. Noermalasari Fajar,
Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Gesti Yulian, 2017, “Model Penanganan dan Pelayanan Eks Psikotik di Rumah Sosial Eks
Psikotik Martani Cilacap”, Skripsi, Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Karnadi
dan Sadiman Al Kundarto. 2014. MODEL REHABILITASI SOSIAL GELANDANGAN PSIKOTIK
BERBASIS MASYARAKAT. Jurnal at-Taqadum.
Kartini Kartono.
2003. Patologi Sosial 3: Gangguan-Gangguan
Kejiwaan. Jakarta: Raja Grafindo.
Sutardjo
A. Wiramiharjdja. 2005. Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung:
PT.
Refika Aditama.
Zakiah
Daradjat. 2013. Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: Bulan Bintang.
[1] Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Ajar Psikatri (2nd ed). Sylvia DE, Gitayanti H, editor.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2013; p. 79.
Sylvia
M, Laurence B, Carine B, Brandt PY, Christiane G, Philippe H. Delusions with
religious content in patients with
psychosis. Psychiatry. 2010;73(2):158.
[2]
Ns. Sutejo, Perawatan Kesehatan Jiwa, ...... h. 32
[3]
Dwi Tiya Rahmawati, Skripsi: Terapi terhadap klien eks psikotik di balai rehabilitas
sosial bina karya dan laras yogyakarta, (Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2018), h. 4.
[4]
Subandi, Kanget, Bingung, Dan Teror: Dimensi Psikokultural Dalam Pengalaman
Psikotik, Jurnal: Psikologi, Vol. 32, No. 1, h. 40.
[5]
Mappiare, Andi, Kamus Istilah Konseling & Psikoterapi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 334.
[6]
Departmen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, hal. 1449.
[7]
Departmen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, hal. 1347.
[8]
Gusti Abdurrahman, Terapi Sufistik untuk Penyembuhan Gangguan Kejiwaan…, hal.
5.
[9]
Amir An-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, ter. Ija Sunanta,
(Jakarta: Mizan Publika, 2004), hal. 180.
[10]
St. Rahmatiah, “Metode Terapi Sufistik Dalam Mengatasi Gangguan Kejiwaan”,
Jurnal Dakwah Tabligh (Online), VOL 18, No. 2, (2017), hal. 152.
[11]
Istilah maqam dari segi bahasa berarti kedudukan dan tempat berpijak kedua
kaki. Bentuk jamaknya adalah maqamat. Istilah maqam mengandungi arti “kedudukan
hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya, baik
berupa ibadah, perjuangan (mujahadah), latihan (riyadhah), dan perjalanan
menuju-Nya.” Untuk dekat pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang
yang berisi stasiun-stasiun, yang disebut maqam. (Said Hawwa, 1997: 203-204).
[12]
Amin Syukur, Sufi Healing…, hal. 72
[13]
Nusrotuddiniyah, “Terapi Sufistik: Studi Tentang Penyembuhan Penderita Gangguan
Jiwa di Pondok Pasentren & Rehabilitasi Mental Az-Zainy Malang, (Skripsi,
UIN Sunan Ampel, Fakultas Ushuluddin, Surabaya, 2013).
[14]
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung :
Alfabeta, 2012), hlm, 2.
[15]
Panduan Karya Tulis Ilmiah (Skripsi, Thesis, Disertasi), Fakultas Dakwah IAIN
Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, Terbitan tahun 2004, hlm. 23.
[16]
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hlm.
[17]
Husaini Usman, Metode Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 47.
[18]
Suharsimi Arikunto, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta :
Rineka Cipta 2002), hlm. 132.
Comments
Post a Comment