laporan KKL TP di NuralWala
Laporan KKL Tassawuf dan Psikoterapi
Dosen Pembimbing: Bapak Ulin Ni’am
Masruri., LC, MA
Disusun
oleh:
Mohamad
Amarudin (2004046034)
PROGRAM
STUDI TASSAWUF DAN PSIKOTERAPI
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrahim
Alhamdulllahirobbil ‘Alamin, puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah memberikan rahmat, karunia, taufik, inayah serta hidayah-Nya
sehingga saya selaku penulis dapat menyelesaikan tugas laporan KKL TP 2023 yang
bertema
“:
IMPLEMENTASI TASAWUF DALAM BIDANG KESEHATAN HOLISTIK” serta
ucapan terima kasih kepada Bapak Ulin Ni’am Masruri LC.,MA selaku dosen
pembimbing.
Dari
saya selaku penyusun berharap dengan disusunnya Laporan ini dapat berguna serta
bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan kita guna menjadikan ilmu
yang dapat membuat kita semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala sehingga merasa bahwa ilmu yang diketahui serta dipahami hanyalah setetes
air disamudra yang berarti hanyalah sedikit dari ilmu kita dari Yang Maha
Mengetahui yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dari kami mengharapkan kritik dan
saran agar nantinya dalam penyusunan tugas selanjutnya lebih baik lagi dari
sebelumnya mengingat bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu Wa
Ta’ala.
Semoga tugas sederhana
dari saya bisa dipahami oleh semua kalangan yang membacanya terutama bagi
penulis sendiri. Sebelumnya mohon maaf jikalau dalam penyusunan tugas ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Saya dari penulis meminta maaf untuk
hal tersebut serta mengucapkan terimakasih telah bersedia membaca karya kami.
Semarang,10 Februari
2023
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
BAB I : Sekilas Tentang Nuralwala
Nural
Wala ialah Sebuah Yayasan ini terutama bergerak dalam bidang edukasi akhlak dan
tasawuf atau dimensi esoteris (batiniyah) Islam, dan sedapat mungkin
mempromosikan visi Islam yang berorientasi cinta, sebagai alternatif cara
pandang dalam beragama (Islam) yang sejalan dengan budaya keislaman di
Indonesia. Pengambilan kata nural wala diambil dari kata Nur artinya cahaya
setelah Rasulullah Shalllahu ‘Alaihi Wassalam yaitu Sayyidina Ali Bin Abi
Thalib KaramAllahu Wajha sebagai imam tarekat (Sufisme) diseluruh dunia banyak
bersanad (menyambung) kepadanya serta sebagai ajang tabbarukan (Ngalap berkah)
dan tafaulan kepada orang shaleh sejati diantaranya Para Auliya dan
Waliyulllah.
Mengutip
pada laman nuralwala ditemukan Nama Nuralwala adalah pengubahan dari sebuah
frasa Hariq Nar al-Wala, yang bermakna 'Sosok yang Terbakar dalam Api Cinta sebuah
gelar kehormatan yangdisematkan oleh Al-Hujwiri (w. 465 H/1072 M) dalam kitab tasawuf
standar, yaitu Kasyf al-Mahjub, kepada Imam ‘Ali bin Abi Thalib karrama Allahu
wajhah, sosok yang kepadanya bermuara seluruh aliran tasawuf di dalam Islam.Dari
situ, kami pun berinisiatif memilih kata "Nur" (yang bermakna cahaya)
untuk menggantikan kata "Nar" (yang bermakna api).
Di
Yayasan Nural wala sendiri sebagai kitab rujukan utama dalam pengajarannya
yaitu 2 Kitab terkenal dari Muhyiddin Ibnu ‘Arabi yang diberi Gelar Syeikh
Al-Akbar yaitu Futuhiyah Al-Makkiyah dan Fushus Al-Hikam dan Tarekatnya sendiri
yaitu Bani ‘alawi atau yang dikenal dengan Alawiyyah.
Sejarah
Tarekat berawal dari Bani ‘Alawi ialah suatu marga yang berasal dari keturunan
Rasulullah, yaitu Imam Alwi bin ‘Ubaidillah cucu dari Imam Ahmad al-Muhajir.
sehingga, Thariqah Bani ‘Alawi dapat diartikan sebagai kebiasaan, nilai-nilai,
ajaran, dan metode untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh kaum
‘Alawiyyin atau kaum Sayyid (Keturunan Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam)
yang termasuk tarekat Mu’tabaroh atau dikenal juga yang sanadnya bersambung
sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.
Tokoh
utama thariqah ini yaitu Imam Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa al-‘Alawi. Dilahirkan
di Bashrah, Irak pada tahun 273 H. Di masa pemerintahan Daulaj Bani Abbasiyyah
tepatnya pada abad ke 4 H terjadi ketidak stabilan keamanan negara. Muncul
beragam gerakan-gerakan pemberontak, ancaman pembantaian. Puncaknya ditanda
terjadi penyerangan terhadap Bashrah yang dilakukan oleh suku Qaramithah. Oleh
karena pada tahun 317 H beliau berhijrah ke Hadramaut meninggalkan kota
kelahirannya. Dengan harapan (Raja’) supaya menjamin keselamatan para
pengikutnya, dan mempertahankan kemurnian ajaran agama yang disampaikan oleh
leluhurnya (Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam). Dikarenakan hijrahnya
dari tanah kelahirannya ke Hadramaut, inilah yang menjadi pensibatan namanya
tersematkan sebagai al-Muhajir (orang yang berpindah).
Imam
Ahmad al-Muhajir mempunyai keturunan bernama ‘Ubaidillah. Dari Ubaidillah ini
lahir tiga anak laki-laki yang memiliki kedudukan (maqam) tinggi dihadapan
Allah Azza Wa Jalla, Dikarenakan berkah pengetahuan dan akhlaknya. Ketiga anak laki-laki
tersebut bernama Bahsri, Jadid dan ‘Alwi.
Keturunan dari Bashri dan Jadid terputus yang tersisa ialah keturunan
dari ‘Alwi. Dari trah ‘Alwi ini keturunan para Sadah Ba ‘Alawi bernasab.
Kemudian keturunan ‘Alwi menyebar ke penjuru dunia khususnya di Hadramaut. Dan pada akhirnya pindah ke kota Tarim serta menetap
di sana pada tahun 521 H. Dan keturunan al-Muhajir yang pertama kali menetap
ialah Imam Ali bin ‘Alwi yang masyhur
diberi gelar Khali’ Qasam.
Sebagaimana
tarekat-tarekat yang ada, Thariqah Bani ‘Alawi mempunyai tradisi, wasiat,
amalan-amalan wirid, khirqah shufiyyah dan silsilah sanad keilmuan. Berbicara sanad keilmuan Thariqah ini sangat
jelas berasas dari Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al- Muhajir bin Isa al-Naqib bin Muhammad al-Naqib bin Ali
al-‘Uraidhi bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal ‘Abidin
bin Imam Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam.
Di
dalam kitab al-Manhaj al-Sawiy Syarh Ushul Thariqah al-Sadah Al Ba ‘Alawi,
al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith mengutarakan, “Terdapat lima ajaran pokok
sebagai pilar utama Thariqah Bani ‘Alawi yaitu ‘ilmu, ‘amal (implementasi dari
ilmu), wara’ (perbuatan menjaga diri dari hal-hal yang syubhat atau belum jelas
halalnya), khauf’ (takut adalah hasil dari mengenal Allah) dan ikhlas (menjadikan Allah sebagai
satu-satunya yang dituju dalam ketaatan dan perbuatan).”
Bagi
siapa pun yang sudah mengamalkan lima pilar tersebut, maka dirinya sudah
termasuk dalam zawiyah Thariqah Bani Alawi, walau pun tanpa baiat yang berarti
bahwa Thariqah ini menegasikan baiat dengan ketentuan Baiat tetap berlaku,
tetapi bukan sesuatu yang lazim. Thariqah ini lebih menekankan pada lima pilar
dan mengikuti jalan ulama Bani ‘Alawi. Untuk kalangan pemula pada umumnya
thariqah ini mengajak mereka untuk mendekati para ulama Bani ‘Alawi, baik yang
masih hidup atau pun yang sudah wafat dengan mengkaji sejarah jalan hidupnya.
Dilanjutkan dengan mengikat mereka dengan talqin, kalimat tahlil dalam acara-acara
ritual keagamaan dan sebagainya.
Thariqah
ini sampai di Indonesia sebab Islamisasi di Indonesia oleh para Wali Songo.
Mereka adalah keturunan dari Bani ‘Alawiyyin yang bernasab sampai ke Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi Wassalam. Mereka melakukan syiar ajaran Islam bukan membawa
bala tentara, melainkan dengan bemodal keimanan yang dibalut dengan akhlak dan
budi pekerti yang luhur sebagaimana yang diajarkan oleh leluhurnya hingga merekalah Thariqah Bani ‘Alawi tersebar di
kepulauan Nusantara.
Bab 2 : Ringkasan Ceramah
Dalam memepelajari tassawuf sendiri
seorang sufi haruslah mengalami sebagai pembelajaran (Life of Experience )
dalam menapaki tingkatan kedududukan (maqamat). Dalam Pengamalan tassawuf
seringkali seorang sufi (Darwis) mengalami mimpi yang menimbulkan banyak
pertanyaan setelah bangun dari tidurnya, sehingga akhirnya mencari sebuah mimpi
yang dialaminya semisal itu adalah sebuah firasat atau pancaran nur kecil dari
Allah Azza Wa Jalla untuk hamba Pilihan-Nya.
Dalam tassawuf kita mengenal Uzlah
atau Takhannus (Menyendiri) atau yang disebut lain oleh ilmu Psikologi dengan
Meditasi ataupun Yoga. Dalam aktivitasnya, kita ditekankan untuk mengatur
nafas,melakukan gerakan tertentu dan sebagainya. Widianto menuturkan dalam
bukunya “Meditasi tanpa guru” tempat meditasi bisa dilakukan di bawah pohon
rindang, di pinggir sungai, di dalam gua ataupun diruangan khusus dari rumah.
Mengapa pemilihan tempat dalam meditasi sangat berpengaruh karena kita mencari
ketenangan untuk jiwa (psikis) yang lelah dari aktivitasnya sehingga
membutuhkan proses menyendiri untuk menghilangkan dari rasa stress yang ada
didalamnya dikenal juga dengan istilah healing di era sekarang dengan tujuan
mengembalikan kesehatan mental seseorang setelah beraktivitas yang membutuhkan
pikiran,tenaga, dan lainnya.
Istilah “healing” itu berasal dari kata dasar “heal”
yang berarti menyembuhkan, membuat sembuh, dan menjadi
waras. Maka dari itu, “healing” dalam pembahasan ini berarti
suatu proses yang berupaya untuk meringankan dan memulihkan beban
mental dari seorang individu. Proses pemulihan beban mental tersebut
biasanya akan berupa penanaman perspektif yang positif dan realistis terhadap
diri sendiri[1].
Melansir dari situs Kompas.com, menuturkan bahwa seorang psikolog klinis
bernama Veronica Adesla berpendapatan bahwa proses healing itu ternyata dapat
dilakukan oleh diri sendiri maupun dibantu oleh professional. Proses healing
yang dapat dilakukan oleh diri sendiri salah satunya adalah dengan berlibur.
Dalam Proses mengembalikan mental melalui healing ada beberapa manfaatnya
diantaranya lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam hidup, dapat
meningkatkan produktivitas, baik di tempat kerja maupun di tempat pendidikan,
menjadikan hidup lebih bermakna setelah selesai dengan masalah psikis berupa
stress maupun trauma, dan menjadikan diri kita sendiri menjadi lebih dewasa
dari sebelumnya setelah mendapatkan pembelajaran dari proses healing yang
dilakukan.
Di
buku Meditasi tanpa guru karya widianto menuturkan “Semua agama yang dianut oleh
manusia pada umumnya mengajak umatnya agar mensucikan diri (hatinya) sehingga
terbebas dari berbagai macam persoalan duniawi yang hanyalah bangkai busuk
ataupun nenek tua yang menipu dalam kitab Kimi’atus Sa’adah karya Imam
Al-Ghazali RahimAllahu.
Kunci
dari kesehatan individu ialah sikap dan gaya hidup sehari-hari baik setiap
pikiran,ucapan, perbuatan, dan makanan yang dikonsumsi dikesehariannya. Inti
dari ajaran meditasi yaitu mengendapkan pikiran dan perasaan, serta mengatur
pernafasan untuk memperoleh ketenangan jiwa pada kondisi titik hening atau
dalam tassawuf dikenal dengan istilah fana setelah melewati maqam mahhabbah
dengan cirinya sudah tidak terkait dengan apa yang didunia ini hanya jasadnya
yang didunia tetapi ruhnya sedang bersama dengan sang pencipta. Disamping itu meditasi
berkaitan dengan ilmu pernafasan dikarenakan ilmunya mempelajari teknik
bernafas untuk mengaktifkan energi biolistrik didalam tubuh (dalam tassawuf
atau kebatinian ialah chakra) supaya diperoleh energy biolistrik yang besar
sebagai daya tahan tubuh yang kuat dan tidak mudah terserang penyakit karena
kekebalan tubuh yang prima. Dalam latihannya bisa dilakukan dalam keadaaan
berdiri, tegak, duduk, maupun berbaring yang dianjurkan dijalankan di luar
ruangan atau alam bebas sehingga energy alam dan diri seorang meditasi menyatu
serta udara segar yang dirasakan saat di luar ruangan seperti di Pantai maupun
daerah pegunungan.
Dalam
pelaksanaanya, mungkin anda telah memiliki banyak ilmu pengetahuan, tetapi
ingatlah bahwa kemampuan manusia terbatas baik fisik, tenaga, ingatan (memori).
Hal yang perlu diingat ilmu manusia hanyalah setetes air dilautan yang jauh
dari luasnya ilmu Allah Azza Wa Jalla sehingga manusia ialah makhluk lemah yang
tiada daya serta upaya selain dari rahmat Allah yang luas dalam memberikan
pertolongan-Nya dalam kehidupan sehari-hari kita yang tidak kita sadari salah
satunya nikmat kesehatan.
Dalam
mimpi sendiri ada beberapa macam seperti mimpi dari setan, diri sendiri (nafs)
maupun dari Allah Azza Wa Jalla. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengelompokkan jenis mimpi menjadi tiga bagian. Dalam salah satu haditsnya,
beliau bersabda:
Artinya: “Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang
merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang
(ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian
mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa
pun, berdirilah dan shalatlah!” (HR Muslim)
Berdasarkan
hadits di atas dapat dipahami bahwa tidak semua mimpi yang dialami oleh
seseorang dapat dijadikan sebagai petunjuk, sebab ada kemungkinan mimpi yang
dialami bukan berasal dari petunjuk Allah, tapi karena bisikan setan atau
tersibukkannya seseorang dalam memikirkan suatu objek tertentu hingga objek itu
terbawa dalam mimpinya. Mimpi yang
dapat dijadikan pijakan adalah mimpi yang betul-betul berasal dari petunjuk
Allah Azza Wa Jalla. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
لَهُمْ الْبُشْرَى
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
Artinya:
“Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat” (QS Yunus:
64). Yang dimaknai bahwa berita gembira itu ialah mimpi baik yang dialami
seorang muslim.
Untuk
membedakan antara mimpi yang benar-benar petunjuk dari Allah dengan mimpi yang
berasal dari bisikan setan salah satunya dengan menandai waktu terjadinya mimpi
tersebut. Jika mimpi terjadi pada dini hari atau saat waktu sahur maka
kemungkinan besar mimpi itu adalah mimpi yang benar dan dapat ditafsirkan.
Sedangkan mimpi yang dipandang merupakan bisikan dari setan adalah mimpi yang
terjadi pada awal-awal malam atau saat petang. Ketentuan ini seperti yang
dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah:
Artinya:
“Mimpi yang paling benar adalah di waktu sahur, sebab waktu
tersebut adalah waktu turunnya (isyarat) ketuhanan, dekat dengan rahmat dan
ampunan, serta waktu diamnya setan. Kebalikannya adalah mimpi di waktu petang
(awal waktu malam)” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin, juz 1, hal.
76).
Selain
itu, sebagai bentuk apresiasi, Islam menganjurkan agar seseorang berusaha
mencari makna atau tafsir dari mimpi yang dialami, sebab dalam sebuah mimpi
terdapat pengetahuan tentang hal-hal gaib yang tidak dapat dijangkau oleh panca
indra manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mimpi memiliki berbagai
macam kategori dan memiliki pengetahuan tentang tafsir mimpi adalah suatu
bentuk keistimewaan sebab mempelajarinya adalah bagian dari mempelajari ilmu
syariat. Namun meski demikian, hendaknya dalam melangkah untuk mempelajari ilmu
ini seseorang terlebih dahulu menguasai ilmu-ilmu syariat yang bersifat fardlu
‘ain baginya, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu-ilmu syariat lainnya.
Hal ini dimaksudkan agar seseorang memiliki fondasi ilmu agama yang mumpuni dan
tidak mudah tertipu dengan hal-hal gaib yang ternyata merupakan bisikan dari
setan atau khayalan pribadinya. Wallahu a’lam
Dr.Haidar
Bagir menuturkan sebuah teori dari Max Weber tentang sebuah tindakan yaitu:
·
Pertama, tindakan rasionalitas
instrumental (Zwerk Ratioal) adalah suatu tindakan sosial yang dilakukan
seseorang berdasarkan atas pertimbangan dan pilihan dasar yang berhubungan
dengan tujuan tindakan itu serta ketersedian alat yang digunakan untuk
mencapainya.Sehingga dalam tindakan rasional instrumental dalam mencapai tujuan
tindakan yang dilakukannya, seseorang memperhitungkan dan mengupayakan sendiri
untuk dapat meraih keinginannya.
Contoh:
untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia maka di Indonesia yang
mayoritas penduduknya merupakan orang Islam, maka mereka mengadakan tahlil,
yang dimana tahlil ini akan dibaca secara berjamaah dengan tujuan mengirimkan
doa untuk keluarga yang telah meninggal dunia.
·
Kedua, tindakan rasionalitas nilai (Werk
Rational) adalah tindakan rasional yang didasarkan pada nilai.Tindakan ini
dilakukan untuk alasan-alasan dan tujuan-tujuan yang ada hubungannya dengan
nilai-nilai yang diyakini secara personal tanpa memperhitungkan prospek yang
ada kaitannya dengan berhasil atau tidaknya tindakan tersebut. Sehingga, dalam
tipe tindakan ini, seseorang tidak dapat menilai apakah cara-cara yang
dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai
tujuan yang lain. Tindakan tipe ini masih rasional meski tidak serasional yang
pertama.
Contoh:
kita tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus memberi atau menerima
sesuatu dari orang lain dengan menggunakan tangan kanan. Tetapi pandangan orang
sekarang akan buruk jika kita memberi atau menerima sesuatu dengan menggunakan
tangan kiri.
·
Ketiga, tindakan afektif (Affectual
Action) adalah tindakan yang ditentukan oleh kondisi-kondisi dan
orientasi-orientasi emosional si pelaku. Tindakan ini di anggap sukar untuk
dipahami atau tidak rasional karena tindakan ini dilakukan tanpa refleksi
intelektual atau kepercayaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami
perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan, atau kegembiraan dan
secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang
memperlihatkan tindakan afektif.
Contoh:
seseorang yang tiba-tiba menangis saat mendengarkan lagu yang bernuansa sedih.
Tindakan seseorang ketika menangis ini merupakan tindakan yang spontan terjadi
saat mendengarkan sesorang mendengarkan musik.
·
Keempat, tindakan tradisional (Traditional
Action) adalah tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang sudah
mengakar secara turun menurun di masyarakat. Tindakan tipe ini merupakan
tindakan sosial yang bukan rasional karena seorang individu memperlihatkan
perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksasi yang sadar atas perencanaan.
Contoh:
sunat untuk wanita, di mana di beberapa kota di Indonesia sunat untuk wanita
ini merupakan sebuah ritual yang sudah menjadi tradisi dari masa ke masa, seperti
yang terjadi di Sulawesi,Sumatera, dan Kalimantan.
Dalam tubuh manusia sendiri terdiri dari 5 komponen
yaitu Fisik (jasad), Biologi (Kehidupan), Psikologi (Pikiran), Mental (Jiwa),
dan Mistisme (Spirit). Yang memiliki makna kecil bahwa sebuah garis vertikal
dilambangkan dengan kesadaran dalam diri (mengenal diri sendiri), Tashawuf
untuk kesadaran dalam bermuhasabah (Intropeksi diri), dan Mahabbah bukti
kesadaran kepada Allah berupa Ketaqwaan.
BAB 3 : Hasil Wawancara (Tanya Jawab)
dengan person-person Nurawala, observasi lapangan
Adapun hasil dari observasi lapangan
ketika menjalankan shalat dhuhur berjamaah di Masjid Sekolah Lazuardi GIS
menyimpulkan bahwa Tassawuf Akhlaqi diajarkan di Yayasan Nuralwala serta Dzikir
yang di amalkan setalah shalat seperti yang di Kitab Khulasoh Al-Madani (Kumpulan Dzikir Pagi dan Sore dari Bani
Alawiyin yang disusun oleh Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidz).
Gambar Masjid SD Lazuardi
Bab 4 : Analisis Implementasi Tasawuf
dalam Bidang Kesehatan Holistik
Menganalisis sebuah tarekat haruslah
dengan mengikuti ajarannya serta berguru langsung kepada Syeikh (Mursyid) yang
sanad Thariqahnya jelas sehingga amalan yang dilakukan baik wirid dan
sebagainya berpedoman pada leluhurnya. Dalam hal ini mahasiswa tassawuf dan
Psikoterapi hanya diberi gambaran kecil yang dilihatnya baik berupa akhlak,
maupun kitab referensi yang dikaji yaitu Fushush Al-Hikam karya Muhyiddin Ibnu ‘Arabi.
Implementasi tassawuf dalam bidang
kesehatan holistik yaitu dalam penangan sebuah kasus bunuh diri yang mulai
meningkat di era covid-19 dengan pendekatan Psikologi yaitu dengan sesi
Konseling serta Pengembalian semangat dalam beraktivitas bisa dikombinasikan
baik Psikologi bersama tassawuf seperti halnya Muhasabah dikaitkan intropeksi
diri untuk perbaikan dan pengembangan diri menjadi lebih baik dari sebelumnya
baik ilmu, pengalaman maupun kemampuan beradaptasi dalam kehidupan agar bisa
menyesuaikan di era yang serba digital yang memudahkan dalam proses mencari
ilmu tetapi tidak dengan ilmu agama seperti halnya tassawuf yang harus berguru
kepada Mursyid (Pembimbing Ruhani) agar transfer ilmu antara qolbu murid dengan
Mursyid sebagai langkah menjadi tradisi keagamaan dengan ijazah agar ilmu ini
selalu terjaga kesanadannya sampai ke Rasullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam.
Bab 5 : Kesimpulan
Pentingnya Tassawuf dalam pembenahan
akhlak baik bersifat individu maupun bersifat masyarakat karena sejatinya
Rasulullah Shalllahu ‘Alaihi Wassalam diutus kedunia untuk menyempurnakan
akhlak masyarkat yang jauh dari tuntunan syari’at yang diperintahkan Allah Azza
Wa Jalla kepada Umat Manusia melalui Para Nabi dan Rasul-Nya serta Auliya (Kekasih)
maupun Waliyullah.
Terbukti di era awal islam abad ke-2
muncul generasi sufi yang menggemakan Zuhud seperti Imam Hasan Al-Bashri
dilanjutkan abad Ke-3 dengan pembenahan tassawuf dan pembukuan teori Tassawuf
seperti yang dilakukan Imam Al-Qusyhairy dalam Risalah Qusyairiyah dan Imam
Junaid AL-Baghdadi. Di Masa Abad ke-6 pada Dinasti Abbasiyah maupun Ummayah
Tassawuf menyeimbangkan masyarakat agar kembali ke Jalan Allah melalui Sunnah
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam terbukti dengan Karya dari Syeikh Abdul
Qadir Al-Jilani, Imam Al-Ghazali, Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari, Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah dan lainnya. Hingga Pada saat ini di era Abad Ke-14 Hijriyah
Tassawuf terus berkembang seperti adanya tassawuf Amali, Akhlaki, Falsafi.
Daftar Pustaka
Baca Nurawala - Lapangkan Hati,
Berbagi Informasi (nuralwala.id)
Nuralwala Pusat Kajian Akhlak dan
Tasawuf - Nuralwala
https://nuralwala.id/sejarah-dan-ajaran-thariqah-bani-alawi/
Pengertian
Healing Adalah: Manfaat, dan Trauma Healing - Gramedia Literasi
Sumber:
https://islam.nu.or.id/tafsir-mimpi/tafsir-mimpi-dalam-pandangan-islam-5dkQM
Comments
Post a Comment