Dalam proses perkuliahan seringkali kita melakukan proses
penyampaian pendapat sebagai proses dialektika. Proses inilah yang diperlukan
didalam perkuliahan sebab akan mudah teringat dalam ingatan bahwa kita pernah
mengkaji suatu bahan penelitian yang diperdebatkan kebenaran dan keabsahannya
didalam ilmu pengetahuan.
Dalam penyampaian pendapat diperlukan adanya tata karma
sebagai bukti bahwa kita manusia yang terdidik bukan dari sisi pengetahuannya
tetapi dari akhlak atau adab. Dalam suatu konteks Rasulullah Shalllahu “Alaihi
Wassalam diutus kedunia salah satunya untuk menyempurnakan akhlak. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّمَابُعِثْتُلأُتَمِّمَمَكَارِمَالأَخْلاقِ
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR.
Al-Baihaqi).
Dalam
kebudayaan jawa terdapat ungkapan yang digunakan sebagai penghormatan kepada
yang lebih tua atau dimuliakan yang dikenal dengan Unggah-ungguh bahasa di
bahasa Jawa. Menurut Sasangka (2009 : 92) disebutkan bahwa unggah-ungguh
bahasa Jawa yang secara jelas dapat dibedakan, pada prinsipnya hanya ada dua
macam, yaitu unggah[1]ungguh yang berbentuk
ngoko dan yang berbentuk krama. Kedua unggah-ungguh itu dibedakan secara jelas
karena leksikon (kosakata) yang dirangkaikan menjadi sebuah kalimat dalam kedua
unggah-ungguh itu dapat dikontraskan satu sama lain secara tegas.
Pendapat ialah salah satu gagasan atau idea dari individu
yang diperoleh dari pemikirannya saat sedang berdiskusi serta sebagai respon
dari pemberian materi atau dialektika yang disampaikan seseorang didalam acara
formal atau non formal. Pendapat disampaikan karena adanya perbedaan persepsi
atau pemikiran suatu hal yang berbeda sehingga akhirnya ada pengungkapan
pendapat sebagai respon dari ketidaksetujuan. Dalam Belajar filsafat seringkali
kita memperdebatkan sesuatu hingga dalam semua ranah dan saling menjatuh
pendapat dari orang lain seperti halnya perdebatan kaum filosof
Plato,Soctares,Aristoteles yang hingga kini masih dikaji karena kedalaman
ilmunya.
Dalam berpendapat kita juga tidak hanya tong kosong
berbunyi nyaring dimana kita bersuara tetapi tidak tahu dari maksudnya. Didalam
Islam kita boleh berpendapat dalam sebuah musyawarah tetapi ingatlah konteks
dari pendapat yang dikatakan apakah akan menyinggung hati orang lain seperti
atsar dari Sahabat sekaligus Khalifah kedua di Khulafaur Rasyidin “Aku tidak
pernah sekalipun menyesali diamku. Tetapi aku berkali-kali menyesali bicaraku”.
(Sayyidina Umar bin Khattab RadiyAllahu Anhu).
Pendapat
adalah salah satu acuan kita dalam memahami sebuah perbedaan dalam kehidupan.
Mengutip dari laman website https://www.kompasiana.com/putrimaulidacahyani7751/61dcf19a06310e0639574473/penyampaian-materi-oleh-dosen-saat-kuliah-daring-tidak-maksimal.
dalam
pelaksanaan kuliah daring ini pastinya terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kata sempurna, sehingga hal tersebut menimbulkan problematika baru. Menurut
hasil penelitian tim Litbang LPM Kompen mengenai kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran daring, terdapat 57,26% responden menyatakan mengalami kesulitan
dalam memahami penjelasan materi yang disampaikan oleh dosen. Diikuti keluhan
lainnya seperti kesulitan mencari referensi jawaban, dosen yang tidak
responsif, koneksi jaringan yang tidak stabil, tugas yang diberikan begitu
banyak dan jarang dijelaskan, serta waktu pembelajaran yang dirasa sangat
singkat.
Hal ini
membuat adanya kesenjangan diantara mahasiswa dalam menyampaikan pendapatnya
yang kurang dalam menghargai seseorang karena melalui virtual dan diskusi yang
kurang aktif serta kecurangan mahasiswa dalam menyanggah dari pendapat orang
lain melalui pencarian di Google. Dalam
berpendapt kita juga haruslah memahami apa itu argumentasi yang bertujuan untuk
mengungkapkan pendapat, menggiring opini agar orang lain mengikuti perspektif kita, mencari solusi dari sebuah permasalahan
melalui proses diskusi ataupun dialektika baik didalam diskusi diperkuliahan,
dimasyarakat maupun dalam keluarga.
Comments
Post a Comment