Tugas
Ulangan Akhir Semester Psikologi Indigenous
Dosen
pengampu : Bapak Royanullah S.Psi, M.Psi.T
Mohamad
Amarudin (2004046034))
Tema “Pertemuan Keluarga Kalisoka dan
Cenggini di Bulan Maulid serta Ikan Tambra Sebagai bukti Persahabatan Mbah Pangeran
Purbaya bersama Mbah Ki Ciptasari”
1.Deskripsi
fenomena budaya (fenomena dalam bentuk perilaku dalam tradisi atau budaya)
Budaya
merupakan salah satu yang tidak terlepaskan dalam kehidupan kita sehari-hari
seperti saat kita bertemu dengan seseorang yang kita kenal dengan menyapa dan
identitas kita dalam kehidupan sehari-hari seperti dari suku jawa, melayu,
sunda dan sebagainya, Dalam memahami tingkah manusia tidak dapat dipelajari
terlepas dari pegaruh lingkungan dimana ia berada. Indonesia sebagai negara
yang penduduknya terdiri dari banyak kelompok etnik, kontak dan interaksi
antara anggota kelompok etnik yang berbeda merupakan kenyataan hidup yang
dialami setiap hari dalam masyarakat.
Budaya
menurut definisi Matsumoto ini adalah seperangkat sikap, nilai, keyakinan dan
perilaku yang dimiliki oleh sekelompok orang namun demikian ada derajat
perbedaan pada setiap individu dan dikomunikasikan dari generasi ke generasi
berikutnya.
Diantara
tradisi dan budaya yang masih dilestariak seperti pertemuan antar keluarga
besar Desa Kalisoka dengan Keluarga besar Desa Cenggini saat bulan Rabiul Awal
(sebagai warisan dari Mbah Pangeran Purbaya, Kalisoka dengan Mbah Ciptasari,
Cenggini)
Budaya ini memanglah budaya yang
besar dan seringkali diliput oleh media lokal kabupaten Tegal seperti perayaan
hari jadi Kabupaten Tegal yang diperingati setiap tanggal 18 Mei, tetapi budaya
ini tak kalahpenting sebab ini warisan dari para leluhur untuk merekatkan
silaturahmi antar kedua desa yang ikut andil dalam sejarah Kabupaten Tegal.
Mbah
Pangeran Purbaya merupakan suami dari Nyi Ageng Roro Giyanti putri dari Ki Gede
Sebayu Pendiri Tegal dan merupakan anak dari kerajaan keratin surakarta.
Sedangkan Mbah Ciptasari adalah sahabat perjuangan Mbah Pangeran Purbaya dalam
membangun Tlatah Tegal setelah wafatnya Ki Gede Sebayu yang dimakamkan di
Danauwari, Balapulang.
Ada
kisah tentang Ikan Tambra Kisah ikan tambra, lanjut dia, tidak lepas dari tiga
tokoh Tegal. Yakni, Pangeran Purbaya yang ada di Kalisoka slawi, dan Mbah Ki
Gede Sebayu yang ada di Danawarih serta leluhur Desa Cenggini, Mbah Ciptasari. “Ikan
ini tercipta sekitar empat abad yang lalu, dari karomah Mbah Ciptasari,”
tuturnyaDia menceritakan, di sekitar lokasi kolam ini ada sebuah padepokan dan
pada saat itu ada pertemuan santri antara Pangeran Purbaya, Ki Gede Sebayu dan
Mbah Ciptasari. Pangeran Purbaya yang berada di pesisir Tegal, di sana ada laut
sehingga banyak ikan, saat mau datang ke daerah pegunungan berkata, “Wah kalau
di gunung itu pasti nggak ada ikan”. Lalu Mbah Ciptasari menjawab, “Kalau ada
air pasti ada ikan.”
Akhirnya
dengan karomahnya, dulu di sekitar lokasi ada sebuah kelapa gading, lalu
disabdo oleh Mbah Ciptasari, sudah itu ambil kelapanya, lalu kelapa gading
diambil dan diolah. “Di dalam kelapa ada sebuah
ikan, di situ karomahnya. Yah dianggap di gunung nggak ada lauk pauk atau ikan.
Setelah kelapa gadingnya dibelah ternyata di dalamnya ada ikan, lalu ikan nya
dimakan bersama-sama, santri dan Pangeran Purbaya. Setelah dimakan bersama-sama
tinggal tulang dan kepala ikan, oleh Mbah Ciptasari lah ditaruh di balongan.
Dulu itu sudah ada balongan tapi masih kecil, airnya langsung dari mata air di
sekitar,” bebernya. Setelah duri dan kepala ikan disimpan di balongan (kolam)
itu, jadilah ikan kembali, sehingga bisa beranak pinak sampai sekarang ini.
Berdasarkan tamu yang datang itu, kadang ada yang melihat wujud asli ikan yang
ada di balongan ini dengan wujud duri dan kepala ikan.
Saat
peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW., giliran Raden Purbaya yang mengunjungi Ki
Ciptasari, dari kunjungan tersebut, Raden Purbaya ingin hubungan silaturahmi
tersebut terus terjalin hingga keturunanya kelak. Raden Purbaya memiliki ide,
yaitu dengan membuat sebuah monummonumentuarga yang berupa bangunan yang berisi
kolam ikan tambra atau ikan dewa yang pada saat itu hanya dapat didapatkan di
Situ Cibulan.
Rencana
tersebut dimulai dengan membuat kolam besar dengan bantuan santri dan penduduk
sekitar. Para ibu dan Nyi Purbaya pun ikut membantu dengan meniapkan air minum
dan makanan. Pada hari ketujuh, para pekerja mulai kepayahan, banyak yang jatuh
sakit. Raden Purbaya meminta pada para pekerja yang masih tersisa untuk duduk
dan tahlinan dan tidur di lokasi pembuatan kolam tersebut. Tidak boleh ada yang
terjaga pada malam itu. Ketika semua penduduk terlelap, Raden Purbaya merapal
ajian Bala Demit Seketi yang dulu pernah diajarkan oleh Ki Gede Sebayu. Ajian
tersebut juga sama digunakan saat membangun Bendungan Danawarih.
Saat
pagi menjelang, bangunan kolam sudah jadi. Seketika itupula penduduk keheranan
dengan keajaiban tersebut. Kemudian Raden Purbaya dan Ki Wangsa Yudha pamit
pergi ke Situ Cibulan di tanah Pasundan. Bulan telah berganti, Raden Purbaya
dan Ki Wangsa Yudha kembali ke padepokan dengan membawa bibit ikan tambra
masing-masing sepasang di dalam dua buah kelapa. Ki Wangsa Yudha langsung
membelah kelapa tersebut dan ikan tambra yang ada di dalamnya langsung dimasukan ke dalam tempayan. Raden
Purbaya pun berwasiat, siapapun tidak boleh mengambil dan memakan ikan tambra
tanpa seijin keluarga raden Purbaya di Kalisoka. Dan keluarga Ki Ciptasari
boleh mengambil dan memakan ikan tersebut jika keturunan Raden Purbaya dari
Kalisoka dating berkunjung. Maksud dari wasiat tersebut adalah agar kelak
keturunan mereka tidak berselisih mengenai keberadaan ikan tersebut. Dan
balongan Ikan Tambra ini sebagai monument persahabatan Mereka (Raden Purbaya
dan Ki Ciptasari).
2.
Analisis teori sesuai presentasi (budaya dan praktek psikologi klinis)
Tema
presentasi: (Budaya konteks sosial dan perkembangan psikologi manusia)
J.J.
Honigmann (1959) menyebutkan dalam The World of Man mengenai tiga gejala
kebudayaan yaitu (1) ideas; (2) activition; dan (3) artifacts. Cultural system yaitu kebudayaan yang
merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma,
peraturan-peraturan yang merupakan wujud ideal dari sebuah kebudayaan, akan
tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari
kebudayaan ini kadang dapat kita temukan dalam bentuk karangan atau tulisan. Social system, yaitu pola-pola tindakan
manusia, misalnya berinteraksi antar sesama, berhubungan, bergaul,
berkomunikasi dan sebagainya. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan di
sekitar kita dan bersifat konkret sehingga dapat didokumentasikan atau
diobservasi. Artifacts, yaitu wujud
terakhir dari kebudayaan yang disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan
fisik adalah suatu hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya cipta dari
kecerdasan manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan
sebelumnya dan dapat didokumentasikan dan diobservasi. Bisa berupa benda-benda
peninggalan sejarah dan lain sebagainya.
Ketiga
wujud kebudayaan tersebut saling berkaitan satu sama lain. Kebudayaan ideal
atau adat istiadat memberikan arahan kepada tindakan dan karya cipta dari
pikiran manusia sehingga turut mempengaruhi kebudayaan fisik yang dihasilkan.
Begitu juga sebaliknya. Kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup
tertentu yang menjauhkan manusia dari lingkungan ilmiahnya sehingga
mempengaruhi pola pikir dan pola perbuatannya.
Dalam
hal ini proses tradisi pertemuan Keluarga besar Kalisoka dan Keluarga Cenggini
di Bulan Rabiul Awal (Maulid) berfungsi diantaranya sebagai berikut:
Identitas
diri. Artinya tradisi ini adalah salah satu kebiasaan yang melekat dengan
masyarakat desa setempat yang melaksanakannya, dimana tiap pelaksaan rutin.
Dengan kata lain, budaya ini menjadi media dalam menemukan jati diri mereka
yang sebenarnya.
Media
Memperkuat Hubungan Sosial Masyarakat dan mempererat tali silaturrahmi antar saudara
muslim yang masih memilik nasab dari Mbah Pangeran Purbaya dan Ki Ciptasari serta
berkumpul berbagai macam kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang
Pengajaran
terhadap generasi muda berupa Tradisi yang dilakukan secara turun temurun ini
akan menjadi bekal atau pegangan para generasi muda dalam menghadapi kemajuan
zaman serta memberikan pelajaran terhadap generasi muda untuk mengenal lebih
jauh sejarah tentang Tokoh yang berjasa dalam
kemajuan pendidikan dan agama di daerah mereka.
Menjaga
tradisi lama masyarakat bermakna
masyarakat itu sendiri dimana masyarakat dapat menjadikan kebudayaan ini
menjadi darah daging yang melekat pada semua masyarakat dan setiap waktu
mendekati hari-hari puncak pelaksanaan ini akan menjadi hari yang
ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan kebanyakan orang (antusiasme dalam menanti
tradisinya).
Intinya
setiap budaya disuatu daerah dimaknai sebagai jati diri dari masyarakat
tersebut dan ciri khas dari daerah yang berbeda dengan daerah lainnya serta
menunjukan bahwa ini adalah budaya dari warisan leluhur yang harus dilestarikan
sebab ada perjuangan dari leluhur kita untuk menyatukan semua masyarakat
didaerah kita.
Comments
Post a Comment